Berkata ala Diri Sendiri, Berawal di Bumi Sendiri—Merah Putih!!—

Berupaya menyisir, menggeledah, membongkar sembari mencari, menyelidiki, ataupun nyantri pada Kiai Kehidupan untuk memilah dan berusaha menemukan apa yang pantas diperjuangkan dalam hidup...

Jumat, 09 April 2010

(Semacam) Resensi Film My Name is Khan



“My name is Khan and I’m not a terrorist…”

Kata-kata tersebut seolah menjadi kunci pamungkas jalan cerita film ini. Dilatarbelakangi suasana pra dan pasca tragedi 11 September di World Trade Center Amerika Serikat, film bertema perjuangan, cinta dan pengorbanan ini digarap apik oleh sang sutradara, Karan Johar. Film ini seakan mengangkat isu ketegangan hampir seluruh masyarakat dunia yaitu terorisme yang menyangkut suku, ras, agama, dan warna kulit. Meskipun begitu, film ini tetap mengusung tema stereotipe yakni cinta, baik cinta kepada lawan jenis, cinta kepada orang tua, sesama, tanah air, bahkan cinta kepada agama.

Selain kisah perjuangan dan cinta, film ini seakan mengajak penontonnya untuk berpikir tentang esensi perbedaan. Perbedaan yang disuguhkan dalam film ini pun tak main-main, mulai dari perbedaan suku, ras, agama, warna kulit, sampai perbedaan orang biasa (normal) dengan penderita syndrom Asperger. Tak pelak, setting tempat yang disuguhkan pun tidak melulu di kawasan India, namun juga berkisar antar negara-negara di Benua Amerika. Hal ini seperti bertujuan untuk menunjukkan keberagaman masyarakat dengan ideologi yang bermacam-macam pula. Secara teknis, film Bolywood yang dibintangi Shah Rukh Khan dan Kajol ini melumpuhkan opini bahwa film-film Bollywood selalu didominasi oleh nyanyian dan tarian. Namun, justru itulah film ini layak ditonton bagi yang bukan pecinta film-film asal India.

Di bagian awal, scene yang ditampilkan adalah narasi Rizwan Khan dewasa (Shah Rukh Khan) ketika menulis di buku hariannya di sela-sela perjalanannya menemui presiden Amerika. Film ini menganut alur maju-mundur (campuran). Oleh karena itu, scene selanjutnya mengisahkan tentang kehidupan Rizwan Khan kecil sampai menginjak remaja dan dewasa. Alur selanjutnya maju secara linear sampai bagian akhir. Dikisahkan, seorang Rizwan Khan kecil adalah seorang penderita syndrom Asperger atau biasa dikenal dengan autisme. Saat itu, sedang berkecamuk perseteruan antara Muslim dan penganut agama Hindhu pada tahun 1983. Hal ini melibatkan pula penganut Sikh. Rizwan Khan mengalami semacam ‘bullying’ dari teman-teman seumurannya karena penyakit yang dideritanya, namun ibunya selalu membesarkan hatinya dan menuntunnya. Penderita syndrom Asperger umumnya mempunyai kecerdasan cukup tinggi, begitu pula dengan Rizwan Khan.

Seorang Rizwan Khan mempunyai trauma pada suara keras dan warna kuning. Oleh karenanya, ia sering bingung dan kalap ketika bertemu dua hal tersebut. Saat ia tinggal di San Fransisco setelah kematian ibunya, ia bertemu dengan Mandeera (Kajol). Dari sini penonton bisa menebak bahwa Mandeera akan menjadi kekasih Rizwan Khan. Romantisme ala film Bollywood dimulai di sini ketika Rizwan Khan berjuang mencari tempat yang belum pernah dikunjungi oleh Mandeera. Kisah berjalan cukup memikat. Namun, kehidupan keluarga yang harmonis antara Rizwan, Mandira dan sang anak semata wayang mereka, Sameer, berubah total saat sejumlah teroris yang mengatasnamakan agama dan suku menyerang menara kembar World Trade Center di New York pada September 2001.

Sebuah peristiwa memilukan kemudian terjadi dalam keluarga kecil Rizwan, dimana mereka harus kehilangan Sameer yang dibunuh secara sadis oleh teman sekolahnya karena isu rasial. Mandira yang terpukul lalu mengusir Rizwan. Mandira mengultimatum Rizwan untuk tidak boleh kembali sebelum dia memberitahu Presiden Amerika Serikat bahwa dirinya bernama Khan dan bukan teroris. Rizwan yang lugu kemudian putus asa karena harus berpisah dengan orang yang dicintainya lalu memulai petualangannya melintasi berbagai negara bagian Amerika Serikat demi bertemu dengan calon Presiden Barrack Obama yang sedang berkampanye keliling Amerika. Tekadnya hanya satu, memberitahu Presiden Amerika Serikat terpilih bahwa namanya adalah Khan dan dia bukan teroris.

Film yang dirilis 12 Februari 2010 lalu ini cukup memberikan banyak pesan dan inspirasi, termasuk pemahaman tentang agama dan budaya lain sehingga tidak menjadi fanatik atas keyakinan yang dianut. Film ini seakan mengangkat pemahaman mengenai multikulturalisme dan pluralisme. Melalui keberagaman yang diusung, penonton seakan diajak untuk berpandangan jauh lebih luas. Meskipun begitu, film ini ini sejatinya memang tetap muncul dengan tema cinta, hal ini juga diperkuat dengan tagline-nya yaitu “An ordinary man, An extraordinary journey… for love”.

Ariny Rahmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar