Berkata ala Diri Sendiri, Berawal di Bumi Sendiri—Merah Putih!!—

Berupaya menyisir, menggeledah, membongkar sembari mencari, menyelidiki, ataupun nyantri pada Kiai Kehidupan untuk memilah dan berusaha menemukan apa yang pantas diperjuangkan dalam hidup...

Sabtu, 10 Januari 2009

Kapan, malam ??

...



Aku tak tau,

sampai kapan aku bertahan,

Tak jua menahu

kapan aku pulang,

Sampai bumi terkoyak,

aku masih membatu sepijak,

berteman tengkorak !

Ntah, suara malam ini tergetar untuk siapa,

aku masih disini membelai nyawa,

Nyanyian malam itu mendenging,

seperti akan tercekik !!

Bias malam terlukis sungguh tirus..

aku tak peduli bulan menganggapku aneh,

tak jua mendung yang berucap tak jelas !

Aku hanya ingin mencari !!

Persetan dengan ejekan matahari..

Aku hanya ingin berlari !!

hingga kerikil-kerikil itu menancap dan menghisap sebagian darahku...

Tapi tak apalah ! Tak penting itu semua !!

Aku hidup tak untuk sedetik saja...

ALYNEE

Minggu, 04 Januari 2009

Kembang Tilem....., Apa Gusti Allah akan Marah??

...


Gambar ini kutemukan saat aku surfing di dunia maya...

Kata sebagian orang yang pernah kutemui, aku harus menuliskan apa yang menjadi mimpiku. Karena dengan bermimpi, aku jadi punya arah dan tujuan. Dengan menuliskannya, aku tak akan lupa selama itu masih ada dalam pandangan. Dengan menuliskannya, aku akan semakin malu jika aku tak bekerja keras untuk mewujudkannya. Kata salah satu orang, “Mimpi itu indah, akan jadi lebih indah jika kita bisa mewujudkannya.”. Kalau menurutku, benar juga selama mimpi itu memang benar-benar indah.
Setelah sekian lama, terombang-ambing, kesana-kemari dalam ritual kehidupan yang menyita waktu dan tak pasti. Hidup dalam angan-angan dan tertidur dalam awangan. Akhirnya aku berani bermimpi. Sungguh hal yang tak mudah bagiku menanamkan paradigma bahwa hidup harus punya mimpi. Selama ini, orang tuaku selalu mengatakan, ”Mengalir saja lah... nduk”, ”Mengalir saja lah...nak”. Aku tahu persis maksud orang tuaku menanamkan paham seperti itu padaku. Sejatinya, memang hidup itu hanya milik Gusti Allah. ”Manusia cuma bisa ikhtiyar sekuat tenaga, tawakkal juga ndak boleh dilupakan...., hadapi saja apa yang ada didepanmu..., sekolah dimanapun toh sama saja nduk..., semua itu tergantung manusianya...”. Begitulah kiranya maksud kedua orang tuaku.
Namun, entah apa yang membuat otakku tiba-tiba berubah haluan dan memberanikan diri untuk bermimpi. Mungkin karena kata hatiku mengatakan bahwa, ”...apa salahnya bermimpi, semoga Gusti Allah lan Kanjeng Nabi juga tak akan marah bila aku mencoba bermimpi...”. Dengan catatan, tidak boleh terlalu mendewakan mimpi tersebut. Tidak boleh terlalu kenceng, toh hidup, mati dan nasib itu cuma Pengeran yang punya. Akhirnya, aku berani bermimpi dan tak meninggalkan rasa hormatku kaliyan wong tuwa sing loro.

Jumat, 02 Januari 2009

Refleksi.... , Detik Ini Aku Kembali...




Kedua tangan Rani menengadah ke atas sejajar bahunya di depan tubuh setelah shalat Ashar dan dzikrullah. HP disebelahnya bergetar…setelah beres berdo’a dilihat HP-nya. “Faishal miscall…”, bisik hatinya. HP diletakkan kembali di sebelah kiri kemudian Rani tilawah. Entah kekuatan apa yang menggerakan tangan Rani untuk mengetik SMS selepas tilawah

Indah dilihat..

Rindu terbayang..

Mata terpejam..

Hati melayang..

Pikiran berputar..

Hati-hati

fatamorgana..



www.kemudian.com

Hanya Mengeja Cinta di DasarMu 2




Sekian lama

Tertatih-tatih meniti cinta tertinggi untuk Yang Maha Tinggi
Terbata-bata mengeja kasih untuk sepasang Matahari,
Dan benar-benar terseok menapaki tangga kedewasaan berarti

Ambisi dan obsesi semakin menjadi
Membuat logika terus bermain tanpa hati
Selalu menghiba keadilan Sang Rabbi ,
seakan tak pernah terpecahkan oleh hati nurani

Sekian lama
Angin, badai, terik dan sunyi menghampiri
Terombang-ambing dalam kenyataan tak berarti
Jalan terjal membuat semakin banyak persimpangan
yang menuntut untuk sebuah keputusan

Sekian lama
Mencoba menjawab panggilan asa,
Berliter keringat dan air mata tercurah, hanya untuk sang asa
Kemenangan-kemenangan semu semakin menggoda,
hingga cinta benar-benar lenyap tak bersisa

Dan
Ambisi semakin menari
Menipu dengan impian palsu
Hingga cinta terabaikan,
Kasih suci terlupakan

Namun
Ironis!!
Matahari tetap menyinari
Seakan tak pernah letih karena sedih
Bulan pun tak ingin meninggalkan tugasnya
Meski kecewa terus mendera

Sekarang
Kembali terbata mencari cinta
Kembali tertatih menjejak bumi
Begitu sakit, begitu letih
Hingga kering air mata, hingga habis peluh tenaga

Oh Sang Pencipta langit

Lihatlah aku mendekat, tengoklah aku yang tercekat

Aku yang mengawang dengan idealisme yang mengambang

Aku mengeja cinta di jalanMu

Hanya mengeja cinta di dasarMu

Ketika Aku Menunduk....




Wahai Tuhanku Aku Tidak layak untuk syurgaMu
Tetapi aku tidak pula sanggup menanggung siksa NerakaMu
Dari itu kurniakanlah ampunan kepadaku ampunkanlah Dosa ku Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun Dosa-Dosa besar

Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai
terimalah taubatku wahai Tuhan yang Maha Tinggi
Dan usiaku berkurangan setiap hari
sedangkan dosaku pula bertambah setiap masa

Tuhanku, hambaMu yang sering melakukan maksiat telah datang kepadaMu
Sentiasa membuat dosa, dan sesungguhnya telah berdoa kepadaMu
Jika Kau ampunkan, maka itu adalah hakMu
Dan jika Kau tinggalkan, maka siapa lagi yang hendak kami harapkan sepertiMu...

Jumat, 19 Desember 2008

dReaM eN moTivaTiOn....

Mimpi. Mungkin inilah yang menjadi daya tarik paling kuat dari perjalananku masa kini. Rasanya aku datang dari mimpi dan mimpiku adalah motivasi.
Saat pertama kali aku mendengar kata-kata beasiswa study di luar negeri, rasa-rasanya mustahil dan tak mungkin aku bisa menembusnya. Terlalu jauh! pikirku kala itu. Bahkan, untuk bermimpi saja aku tak berani. Aku sempat mengubur bayangan itu untuk sementara waktu. Namun, aku menemukan sesuatu yang bisa mengubah cara pandangku 180 derajat!. Itu hanyalah sebaris kalimat hasil interpretasi seorang penulis yang isinya kurang lebih seperti ini,
Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak pernah terbantahkan.
Kiranya, itulah yang mengembalikan jiwa pemberontakku untuk keluar dari imajinasi-imajinasi terbatas dan kembali teguh dan optimis dalam mendaki puncak tantangan. Aku tak ingin seperti kura-kura yang mengerut dalam tamengnya. Jadi, aku harus menjemput kesuksesanku sendiri. Karena aku tahu, Tuhan tak akan menjadikanku baik kalau aku tak berusaha lebih baik. Untuk apa aku takut bermimpi sekolah ke luar negeri, untuk apa aku takut bermimpi dapat beasiswa, kalau mimpi itu bisa membawaku ke dalam kondisi kritis dan bisa memberikanku motivasi untuk berlaku maju dan jadi lebih baik. Inilah yang membuat hasratku tiba-tiba bergejolak dan melesat-lesat begitu cepatnya.
Semoga Tuhan mengabulkan mimpi dan doa-doaku....***

hEy U...!I'm comin'.....

Jumat, 05 Desember 2008





Kali ini aku kembali melihat mereka bersenda gurau bersama. Bergurau dalam kehangatan pagi yang indah. Namun aku tak merasakan keindahan itu. Hanya kehampaan yang saat ini terpatri dalam benakku.

Arian. Ya. Sudah sekian lama aku tak bersua dengannya. Sudah sekian lama aku tak melewatkan waktuku bersamanya. Dan sudah sekian lama itu pula aku memendam rasaku yang sepertinya ingin meledak. Meledak-ledak seperti emosiku saat aku melihatnya bersama orang lain. Namun, aku tak pernah punya keberanian untuk mengungkap semua itu. Aku juga tak punya nyali untuk tunjukkan rasa hatiku yang sebenarnya, meski aku harus sering merasa bahwa aku tak lebih dari seorang pengecut!. Aku seperti tak punya kekuatan melawan itu semua. Dan yang kulakukan hanya menunggu dan menunggu.


*****



Senin, 17 November 2008

mY heaRt cOme BaCk….


I wait….

Always wait…

Wait for a long time…

Wait for a sacrifaction…

Wait for a heart that I miss…

Hope it can be mine…

And the next, I can give my heart….

The only one for my missing heart…

But, this evening…

When the sun disappeared,

I saw the moon who get my soul…

Makes me feel calm down…

I took the light, but I can’t see it again…

The next, I want to close my eyes…

Hope it can lost my sadness

‘coz I can’t find my missing piece…

Suddenly, there was a light come for me…

I can’t see it coz it blinking…

Then, I close my eyes back…

And I realize that it was my missing heart….

I cant stop my tears,

I cant stop my love…

This is my moment …

I'd like to stop the clock make time stand still…

Listening his words and whispering something

My heart feel come back…

My moment unforgettable 4ever and ever

I miss U…

I miss U my missing piece…

@ri@n for @ri@n

Jumat, 14 November 2008

Review...


Dasar cinta mendalam hanya milikNya. Aku tak sampai setitik kotoran kuku bila dibandingkan dengan beragung-agung kuasaNya. Aku juga sangat ringan tak punya kuasa dan kekuatan laiknya anai-anai yang beterbangan terombang ambing tak berdaya…
Aku hanya hamba hina yang tak tahu berterima kasih…
dengan bekal cinta yang terbata-bata dan sangat minim, aku masih bisa merajai semesta…
karena cintaNya dan hanya karena cintaNya yang aku tak pernah sanggup mengukurnya, aku hanya akan hancur dengan segala logika,obsesi dan ambisiku….

Aku hanya bisa mengeja sepatah demi sepatah cinta, secuil demi secuil kasih dan seucap demi seucap alunan takbir yang mengalun lembut serta melalui pengabdianku kepada sepansang matahari, hanya dan hanyalah untuk menyusun mozaik cinta yang terbaik dengan segala ikhtiyar dan tawakkalku menuju dasar cintaNya…

A piece of ....

Malamku kali ini kembali sunyi. Sang bulan terlihat tersenyum sembari menunjukkan cahayanya yang sengaja mengejekku karena hampir tujuh bulan ini aku sendiri dan sendiri, kesepian dalam hening malam merindukan seseorang yang ruangnya di hatiku belum tergantikan. Ku tengadahkan wajahku seraya menikmati pekatnya malam, sejurus kemudian aku terpejam dalam dingin malam menusuk tulang. Matahari itu muncul dalam lamunanku. Bulan itu melambaikan tangannya untukku.Aku bergumam dalam kerinduanku bersama malam.

Matahariku,

Aku sedang memejamkan mata

Kemudian...

Kaukah itu?

Terlihat mengacak rambutku, tertawa lepas dan memandangku dengan sorot mata teduh melindungi

Aku menarik bibirku, berikan senyum tulusku

Lalu, kau menarik tanganku

Membawaku bersama mimpimu

Menggenggam tanganku seerat ikatan hati,

Aku merasakan tenang dan tenteram

Aku serasa ingin malam ini turun hujan,

Karena hujan itu indah, hujan itu tenang, hujan itu gemuruh hati, hujan itu air mata...

Hujan turun berarti bahwa sedihku, resahku, tangisku, rinduku lenyap dan pecah

Dengar aku Matahariku...

Peluk aku, dekap aku, jaga aku..

Karena aku telah mati di rengkuhmu..

Sedetik kemudian aku terlelap dalam mimpi dan harapan yang menggantung dalam nadi.

***

Pagi ini aku kembali menyusuri koridor sekolah bersiap duduk berlama-lama hanya untuk ilmu. Lima langkah menuju kelas, pandanganku selalu tertuju pada bangku pojok kanan. Ya, disitulah harapanku. Agaknya pagi ini aku berangkat agak pagi karena kelas masih sepi dan matahariku belum juga datang. Aku meletakkan tasku di bangku pojok kiri. Undian kali ini aku kebagian duduk di pojok belakang. Aku mulai membuka koran yang sengaja kubawa karena kemarin aku belum sempat membacanya.

”Eh, da koran baru ya non?” tegur Deny.

“Yups... kemaren lum sempet baca!“ jawabku.

”Pinjem donk.... sebentar ajah!” sahut Deny seraya menunjukkan muka sok imut.

Bibirku manyun beberapa senti namun luluh tiga detik selanjutnya. Kusodorkan koran tersebut dan secepat kilat Deny membawanya ke bangkunya.

Aku terdiam dan tanpa sengaja melayangkan pandangku ke bangku pojok di seberang bangkuku. Ya, bangku yang setiap pagi harus menerima nasibnya untuk kulirik dan kulirik selalu. Aku menyandarkan punggung ke dinding, kali ini tidak melirik tapi memandang. Jam menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Seseorang berjaket coklat dengan kacamata bertengger di kedua matanya nampak beberapa langkah lagi memasuki kelas. Aku segera mengalihkan pandangku ke objek lain, yaitu koran di tangan Deny. Karena aku, tidak ingin dia memergoki aku sedang memperhatikannya.

”Den, udah belum?” tanyaku sembari menunjuk koran.

”Ahh... bentar donk!” jawab Deny ketus.

”Uggh... Dasar!”

Deny hanya menoleh dan memasang senyum gak jelas, sama seperti tadi. Kukira dia emang obsesi untuk jadi imut. He.

***

Jam pelajaran Bu Iffah, Matematika, aku sengaja keluar karena aku selamat dari cengekeraman iblis remidi yang sekarang melanda delapan orang anak di kelasku. Puji syukur!.

Aku duduk di bangku panjang di depan kelas dan mulai melanjutkan membaca koran. Dismapingku ada Eka, Tiwi dan Safi.

”Aduh, aku pusing banget Rin!” kata Eka sambil memegangi kepalanya.

”Aku juga sih sebenernya, tapi abiz kena pesona Obama, jadi agak berkurang deh” jawabku seraya menunjukkan koran yang memuat foto Obama, presiden Amerika terpilih ke-44.

”Eh...Obama yah!” sahut Tiwi sambil melongokkan kepalanya ke koran yang kubaca.

”Iya...kemaren ndak sempet baca.”

”Nih...biar nggak nganggur.” ujarku sambil menyodorkan bagian koran lain ke Tiwi.

”He...he...” ringis Tiwi.

Kemudian aku dikejutkan oleh seorang yang lewat dan menyapa Tiwi. Dia ternyata penghuni bangku yang kupandangi tadi pagi.

”Hey... Wi. Ikut aku yuk!” ajak dia.

”Kemana?” tanya Tiwi.

”Ke perpus.”jawabnya.

”Tapi masih baca.”

”Ayo’... ga papa!.Bacanya di perpus aja.”

“Tapi ini punya Arin...”jawab Tiwi. Seseorang itu kemudian melengos dan meninggalkan kita berempat.

”Eh, ke perpus yuk!” ajak Elis ke Eka. Tapi, malah Tiwi yang bersemangat.

”Yuk!!!” sejurus kemudian ia meninggalkan koran itu begitu saja dan berjalan bersama Elis menuju perpus. Aku yang saat itu pura-pura tenggelam dalam bacaan koran mencoba menghapus luka gores. Seseorang itu lagi-lagi tak menggubrisku sedikit pun.

Tapi akhirnya ada hasrat yang menuntunku untuk mengikuti ke perpus. Kemudian aku dan Eka segera menyusul mereka. Pemandangan pertama di perpus adalah seseorang itu, koran dan Tiwi. Beradu dalam satu melodi siang bolong. Aku yang tak rela, segera menenangkan hati dengan pura-pura tenggelam dalam koran. Lagi. Kali ini hatiku berkaca-kaca. Entah kenapa aku tak mau melewatkan sedetik pun untuk tidak memandang dia. Dan untuk pertama kali setelah sekian lama, aku memergoki dia yang juga sedang mengolah pandang kepadaku. Lukaku sejenak sirna dan berbunga.

***

Sore ini, mendung merundung bumi. Aku mengayuh sepeda Phoenix hitamku menyusuri jalanan kota sambil menikmati mendung yang menggantung. Namun, sejenak kemudian aku seperti tersambar petir tanpa kilat. Aku melihat pemandangan asing yang tak pernah aku sangka.

“Bruummm...!!“ suara motor itu mendahului jalanku.

Ternyata seseorang yang ku puja dan ku harapkan sedang membonceng Tiwi menikmati sore. Dan yang paling menyakitkan, mereka tidak menyapa atau sekedar tersenyum kepadaku. Mereka tenggelam dalam dunia mereka. Kali ini hatiku bukan hanya tergores ataupun berkaca-kaca. Namun, kali ini hatiku benar-benar tertusuk dan menangis.

Matahariku...

Secepat itukah aku hilang?

Sementara aku sulit dan sangat sulit untuk mengisi ruang kosong yang kau tinggalkan...

Mengenai janji yang kau ucap dulu,

Ternyata kau sudah menemukan matahari lain...

Aku menangis dalam mendung, dan aku berharap hujan segera turun. Turun bersama air mataku yang deras. Dan aku bisa menangis sepuasku tanpa ada seorang pun yang tahu.

Kemudian, Tuhan mengabulkan doaku....

***

Aku menggigil dalam dingin malam membeku. Bulan kemudian mendekat dan membelai punggungku. Rasanya aku memang harus bercerita. Tapi tidak!!. Bulan sudah mengerti. Tak perlu aku harus bercerita. Aku kembali menengadahkan wajah ke haribaan malam. Memejankan mata dan merasakan hembusan dewi malam.

”Matahariku....” seseorang hadir dan mengagetkanku.

”...” diam membisu dan kosong.

Seseorang itu menghampiri dan mengacak rambutku. Duduk disampingku kemudian memandangku. Menatap mataku. Aku kembali menggigil karena dewi malam berhembus terlalu kencang. Seseorang itu meraih tubuhku dan mendekapku dalam dadanya. Memelukku dalam indah dan hangatnya waktu. Kemudian dia membisikkan sesuatu,

”A piece of love for you, Dear…”

Aku tersenyum kemudian membuka mataku. Bulan masih berada di sampingku, namun segera beranjak dan berpamitan untuk lanjutkan tugas. Sepotong cinta yang indah dari duniaku yang semu. Berharap matahariku akan kembali dalam duniaku yang sebenarnya.