Berkata ala Diri Sendiri, Berawal di Bumi Sendiri—Merah Putih!!—

Berupaya menyisir, menggeledah, membongkar sembari mencari, menyelidiki, ataupun nyantri pada Kiai Kehidupan untuk memilah dan berusaha menemukan apa yang pantas diperjuangkan dalam hidup...

Sabtu, 26 Juni 2010

Sebuah Persembahan untuk Piala Dunia 2010 dan Bonek: Ada Apa dengan Berita Olahraga??

under construction

Inspirasi: Bukan Sekedar Menggetarkan Hati



Sugiarto-Muntamah: Dua (Malaikat) Cerdas, Gigih, dan Ramah. Bahkan, kata malaikat atau pahlawan manusiawi pun tidak cukup mewakili. Tak dinyana, beruntunglah saya yang lahir dari keduanya. Tak terelakkan, bagi saya, mereka adalah inspirasi yang lebih dari sekedar menggetarkan hati.


Sejarah (?): Secara Fisik Mirip ‘Sampah’, secara Jiwa itu ‘Nyawa’ (Bagian 1)*

Baiklah, obrolan ini sejatinya dimulai dari kata ‘sejarah’. Saya pernah hampir muntah sewaktu SMA hanya karena mendengar kata ‘sejarah’. Saya pikir, hal itu wajar, laiknya kebanyakan siswa lain. Bukan menjadi suatu kebanggaan, hanya ingin memaparkan bahwa saya pernah mengalami rasa mayoritas. Ya, saya benci mata pelajaran Sejarah dan segala tetek bengeknya. Akhirnya, takdir berkata, saya masuk jurusan IPA dan Good Bye S.E.J.A.R.A.H…! Merdeka!, pikir saya saat itu.

Dua tahun saya lewati, hidup tanpa mata pelajaran Sejarah. Pikiran siswa seperti saya waktu itu, sejarah cuma hal-hal yang berbau jadul alias jaman dulu, berhubungan dengan politik, sosial, ekonomi. Sungguh membosankan dan bikin ngantuk! Saya sempat sedikit antipati dengan guru sejarah. Alasannya adalah karena saya tidak tahu-menahu apa itu sejarah dan mengapa kita harus belajar sejarah.

Ya. Buku-buku pelajaran sejarah itu pun tidak pernah berhasil memotivasi saya. Kala itu, buku yang saya pelajari terlalu memaksa saya untuk terburu-buru belajar tentang sejarah manusia, sejarah indonesia, sejarah dunia, dll tanpa tahu sebenarnya darimana datangnya sejarah, apa sesungguhnya hakikat sejarah, dan seberapa penting sejarah untuk manusia. Kalaupun ada penjelasan mengenai hal itu, itu hanya sebatas retorika. Kalau kata saya, itu tidak membumi (wkeke…). Boleh jadi, ini salah satu faktor penyebab pelajaran sejarah menjadi momok bagi kebanyakan siswa. Apalagi, tidak banyak siswa Indonesia yang punya kemauan mengkaji sejarah secara lebih arif dan manusiawi. Kalau seperti ini, wajar lah kalau misalnya sejarah itu dikatakan membosankan.

Sebenarnya, saya tidak berniat berdialektika panjang lebar tentang bagaimana mengajar pelajaran sejarah kerena saya bukan sejarahwan ataupun guru sejarah. Biarlah, mereka lebih mampu daripada saya. Tapi, saya akan memberanikan diri mengobral untaian ingatan dan gagasan sederhana saya tentang sejarah. Jika kurang valid, boleh lah disalahkan. :D

Sebelum semakin tersesat, mari kita sisir lebih dahulu sejarahnya Sejarah. Jika dirunut dari makna katanya, sebagaimana yang dikatakan kitab wajib saya (hehe..), yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘sejarah’ ini bermakna leksikal ‘pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yg benar-benar terjadi di masa lampau’. Kali ini, saya berani berpandangan bahwa pemaknaan ini kurang lengkap. Yah, sebelumnya, saya ingin berapologi bahwa perspektif selalu bergantung pada sudut pengelihatan masing-masing. Saya juga tidak ingin membatasi pada suatu pemaknaan yang saklek.

Baik, sebelum saya memaparkan rumusan saya tentang ‘sejarah’, barangkali lebih afdhol jika dipaparkan bukti-buktinya. Boleh jadi, ini wujud pembebasan pemaknaan sebelum berpanjang lebar bergulat dengan pendefinisian ‘sejarah’. Suatu penyederhanaan, ya mencoba pola induktif. (©26Jun10-Ar)

(bersambung…)

*) judul pengganti dari tulisan Kunamai Mereka sebagai Sejarah
.

Kamis, 24 Juni 2010

PENGARUH BAHASA MELAYU TERHADAP BAHASA INDONESIA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI DAN MEDIA INTEGRITAS BANGSA INDONESIA

Oleh :
Ariny Rahmawati
Fakultas Ilmu Budaya, UGM


I. Pengantar

Kami, putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Demikianlah, bunyi ikrar ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda bangsa Indonesia. Bunyi ikrar ketiga dalam sumpah pemuda itu menjelaskan bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Berdasarkan ikrar tersebut, bahasa Indonesia menjadi sangat jelas keberadaannya sebagai media integritas bangsa.

Latar Belakang Masalah

Dari sudut intern linguistik, bahasa Indonesia merupakan salah satu varian historis, varian sosial, maupun varian regional dari bahasa Melayu. Dikatakan varian historis karena bahasa Indonesia merupakan kelanjutan dari bahasa Melayu, bukan dari bahasa lain di Asia Tenggara ini. Dikatakan varian sosial karena bahasa Indonesia dipergunakan oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri bangsa Indonesia yang tidak sama dengan bangsa Malaysia atau bangsa Brunei yang mempergunakan varian bahasa Melayu lain. Dikatakan varian regional karena bahasa Indonesia dipergunakan di wilayah yang sekarang disebut Republik Indonesia (Kridalaksana, 1991 : 2).

Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahwa ada hubungan erat antara bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Hubungan tersebut menimbulkan banyak efek. Diantaranya adalah banyaknya penggunaan kata serapan dari bahasa Melayu dalam aktivitas komunikasi verbal di Indonesia. Sebagaimana dalam sejarah, bahasa Indonesia merupakan turunan dari bahasa Melayu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembahasan mengenai keterkaitan antara dua bahasa ini. Hal ini merupakan suatu upaya untuk membuka sejarah dan menilik fakta dibalik pemakaian bahasa Melayu sebagai akar bahasa Indonesia. Selain itu, pembahasan ini juga didedikasikan sebagai sikap objektif dan reflektif bangsa Indonesia terhadap penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi selama berpuluh-puluh tahun di Indonesia.

Rumusan Masalah

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia ternyata berakar dari bahasa Melayu. Hal ini telah menimbulkan perdebatan sejak lama. Bahkan, Malaysia yang merupakan negara tetangga dan serumpun dengan Indonesia tengah melakukan upaya klaim terhadap bahasa Indonesia yang telah menjadi alat komunikasi di Indonesia selama bertahun-tahun. Maka, dalam makalah ini, pembahasan difokuskan pada perkembangan bahasa Melayu sebagai induk bahasa Indonesia kaitannya dengan bahasa sebagai alat komunikasi. Rumusan masalah yang mendasar adalah berikut ini.
(1) Bagaimana perkembangan bahasa Melayu di dunia dan di Indonesia?
(2) Bagaimana kata-kata serapan dari bahasa Melayu mempengaruhi bahasa Indonesia sebagai media integritas bangsa Indonesia?

Tujuan

Secara historis, banyak teori mengatakan bahwa bahasa Indonesia diadopsi dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai varian dari bahasa Melayu. Oleh karena itu, tujuan mendasar pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui perkembangan bahasa Melayu di dunia dan di Indonesia. Selain itu, pembahasan topik ini juga bertujuan mengetahui bagaimana kata-kata serapan Melayu mempengaruhi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi utama di Indonesia.

II. Bahasa Melayu dalam Perkembangannya sebagai Alat Komunikasi

Slametmuljana di dalam bukunya Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara menunjukkan bahwa bahasa Melayu berasal dari bahasa yang ada di daerah sekitar Indocina, meliputi Campa, Mon-Khmer, Bahnar, Rade, Jarai, Sedang, Mergui, Khaosan, Shan, dan sejenisnya. Para pakar lainnya mencari asal usul bahasa Melayu sampai ke Melayu Purba, Proto-Malay, dan Proto-Malayic. Proto-Malay adalah bahasa Melayu pertama sedangkan Proto-Malayic adalah bahasa rumpun Melayu pertama (1987:21).

Bersamaan dengan itu, para pakar bahasa membagi bahasa Melayu ke dalam tujuh zaman. Dimulai dari bahasa tertua, dikenal: (1) bahasa Austronesia Purba, (2) bahasa Melayu Purba, (3) bahasa Melayu Kuno, abad ke-7 sampai ke-14, (4) bahasa Melayu Klasik atau Tengahan, abad ke-14 sampai ke-18, (5) bahasa Melayu Peralihan, abad ke-19, (6) bahasa Melayu Baru, abad ke-20, dan (7) bahasa Melayu Modern meliputi bahasa Indonesia, bahasa Malaysia, serta bahasa Melayu Brunei dan Singapura.

Bahasa Melayu Kuno terdapat pada zaman Sriwijaya. Bahasa ini, menurut banyak pakar, ditemukan dalam prasasti Talang Tuwo yang bertahun 684 Masehi dan terdiri atas 14 baris. Selain prasasti Talang Tuwo, masih terdapat sejumlah prasasti dari zaman itu sampai abad ke-13 yang menunjukkan perkembangan bahasa Melayu, meliputi prasasti Kedukan Bukit (683 Masehi, 10 baris), Kota Kapur (686 Masehi, 10 baris), dan lain-lain.

J.J. de Hollander mengemukakan dalam bukunya Pedoman Bahasa dan Sastra Melayu bahwa tulisan Melayu Klasik sejak akhir abad ke-13 telah menggunakan huruf Arab. Meskipun demikian, terdapat lafal Arab yang tidak dikenal di dalam bahasa Melayu serta sebaliknya. Oleh karena itu, diciptakan huruf Arab khusus untuk bahasa Melayu. Bahasa Melayu Peralihan pada abad ke-19, selain ditulis dalam huruf Arab, sudah mulai ditulis dalam huruf Latin. Sejak akhir abad ke-19, mulai berkembang bahasa Melayu Rendah yang dikenal sebagai bahasa Melayu Cina. Banyak cerita yang ditulis dalam bahasa ini sebagai hasil karya para sastrawan Cina Indonesia. Bahasa ini bertahan sampai awal 1950-an.

Pada 1901, dikenal ejaan van Ophuijsen yakni ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin yang dibakukan. Kemudian melalui pendirian Balai Pustaka, pada 1917, dikembangkanlah bahasa Melayu Tinggi yang disusul dengan sejumlah karangan klasik seperti Salah Asuhan, Siti Nurbaya, dan sejenisnya. Pada 1928, melalui Sumpah Pemuda, bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia. Pada 1938, di Solo, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia Pertama dan disusul dengan Kongres Bahasa Indonesia kedua di Medan pada 1954. Kini, secara teratur Kongres Bahasa Indonesia diselenggarakan lima tahun sekali.

Pada 1947, ketika Suwandi menjadi Menteri Pendidikan, diadakan perubahan ejaan bahasa Indonesia yang dikenal sebagai ejaan Suwandi. Setelah Malaysia merdeka, mereka menyusun ejaan bahasa Malaysia yang berpedoman kepada ejaan bahasa Inggris. Kemudian terjadi pendekatan di antara pakar bahasa Indonesa dan pakar bahasa Malaysia. Meskipun istilah yang digunakan oleh bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia masih banyak yang berbeda, namun mereka berusaha untuk menyamakan ejaannya.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia ketika Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Selain tercantum dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928, hal ini juga tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 Bab XV Pasal 36. Berdasarkan kedua hal tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan adalah kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Di samping itu, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai andil dalam menciptakan integritas bangsa.

III. Pengaruh Bahasa Melayu terhadap Bahasa Indonesia sebagai Media Integritas Bangsa

Tampaknya, pada zaman Sriwijaya dengan bahasa Melayu Kuno telah dikenal sejumlah awalan, akhiran, dan sisipan. Terdapat awalan mar- atau war- seperti pada kata marppadah, waranak, atau warpatih yang sekarang berubah menjadi awalan ber-. Pada zaman itu, dikenal juga awalan ni- seperti pada kata niminum, niparwuat, nimakan, dan niwunuh yang kini berubah menjadi awalan di-. Pada zaman itu, terdapat sisipan –in- seperti pada kata winunuh yang kini dihidupkan kembali dalam bentuk kata kinerja, kinasih, dan sinambung.

Kata ‘akan’ tertentu pada zaman itu, kini berubah menjadi akhiran –kan sedangkan imbuhan –nda seperti pada kata ananda, ayahanda, ibunda sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya. Demikian pula, pada zaman itu, dikenal banyak kata yang seperti pada kata yang wala, yang kayu, yang nivava, yang nitanam, yang manyuruh, dan kata lain semacam itu. Pada zaman sekarang, kata yang masih digunakan seperti pada kata yang dipertuan agung, yang mulia, yang terkasih, dan yang terhormat.

Hal-hal yang telah tersebut di atas merupakan sebagian kecil pengaruh kata serapan dari bahasa Melayu terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Kenyataannya, bahasa Indonesia merupakan turunan dari bahasa Melayu. Maka, secara langsung dan tidak langsung, pengaruhnya sangat besar. Bahkan, hal ini sudah bukan isu lagi. Secara resmi, bahasa Indonesia telah diakui dan digunakan sebagai media komunikasi sehari-hari di Indonesia. Jadi, sangat disesali apabila terdapat satu atau dua bangsa yang mengaku memiliki bahasa Melayu secara sepenuhnya. Tentunya, hal ini mengakibatkan perpecahan antar bangsa-bangsa di dunia.

Hal yang harus diperhatikan adalah sebagai varian sosial dan varian regional, bahasa Indonesia dan bahasa negara tetangga digunakan oleh kelompok orang yang berbeda dan di tempat yang berbeda. Perkembangan bahasa Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan bangsa Indonesia dan apa yang terdapat dan terjadi di Indonesia, begitu pula bahasa lainnya. Dengan demikian, dari tahun ke tahun, perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa negara tetangga semakin besar. Bagaikan saudara yang diasuh di rumah berbeda, bukan tidak mungkin kedua bahasa ini tidak saling mengenal lagi ketika sudah tua nanti.

IV. Penutup

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahasa Indonesia erat kaitannya dengan bahasa Melayu. Berbagai teori mengatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan varian dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia yang telah menjadi alat komunikasi sehari-hari di Indonesia mempunyai banyak kata serapan yang didapat dari bahasa Melayu. Maka, sikap merasa memiliki bahasa Melayu secara seutuhnya itu bukan merupakan sikap yang arif karena bahasa Melayu bukan milik satu atau dua bangsa tertentu.

Bahasa Melayu adalah bukti eksistensi peradaban dunia. Sebagai varian sosial dan varian regional, hal yang harus diperhatikan adalah bahasa Indonesia dan bahasa lain digunakan oleh kelompok orang yang berbeda dan di tempat yang berbeda. Selain dipengaruhi oleh bahasa Melayu dan bahasa asing, perkembangan bahasa Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan bangsa Indonesia dan apa yang terdapat dan terjadi di Indonesia, begitu pula bahasa lainnya.

V. Daftar Pustaka

Kridalaksana, Harimurti. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti (ed). 1991. Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Collins, James T. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Hollander, J.J. Pedoman Bahasa dan Sastra Melayu. Terj. T.W. Kamil. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan Ba-hasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Slametmuljana. 1987. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka.

Kunamai Mereka sebagai Sejarah

'underconstruction.....'
=D